KEABSAHAN PERMOHONAN KEPAILITAN YANG DIAJUKAN DEBITOR BERITIKAD TIDAK BAIK (STUDI KASUS PUTUSAN NO. 15/PDT.SUS-PKPU/2020/ PN.NIAGA.SBY)

Yerika Yerika

Abstract


Tertekannya dunia usaha menyebabkan sebuah perusahaan kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran utang sehingga dapat mengakibatkan debitor mengajukan permohonan pailit terhadap diri sendiri. Hukum Kepailitan di Indonesia mempunyai tujuan yaitu salah satunya adalah memberikan perlindungan kepada Debitur yang beritikad baik dari para Krediturnya. Namun pada kenyataannya, tidak semua Debitur memiliki itikad yang baik. Ada Debitur yang benar-benar tidak sanggup melaksanakan kewajiban pembayarannya, namun ada juga yang “berpura-pura” tidak sanggup melunasi kewajibannya dan memanfaatkan kondisi krisis yang ada untuk melarikan diri dari tanggung jawab. Hal ini juga terjadi pada kasus pailit PT Phasco yang dinilai oleh mayoritas kreditur sebagai trik untuk tidak menyelesaikan kewajibannya. Bagian Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan pada kreditor dari debitor beritikad tidak baik dalam menyelesaikan hutangnya tidak terdapat dalam ketentuan manapun dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Bagian-bagian yang dilindungi dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dibuat hanya untuk keadaan dimana kepailitan dan PKPU telah terjadi atau sedang berlangsung, sehingga terkesan lebih sebagai upaya perlindungan yang bersifat represif dan bukan upaya perlindungan preventif terhadap Kreditor. Kelemahan utama dari Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang seringkali dimanfaatkan oleh debitor beritikad tidak baik adalah kemudahan dalam memenuhi persyaratan untuk mengajukan permohonan pailit dan PKPU terhadap debitor. Sehingga apabila persyaratan untuk memohonkan kepailitan dan PKPU tersebut direvisi menjadi tidak semudah dan tidak sesederhana ketentuan yang sudah ada saat ini, maka upaya debitor yang beritikad tidak baik yang berpikir untuk memanfaatkan lembaga kepailitan dapat dicegah. Melalui penelitian Yuridis Normatif, penulis meneliti pelaksanaan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU di lapangan, dimana sering terjadi ketidaksesuaian antara keadaan yang didambakan atau diharapkan dengan kenyataan di lapangan.

Kata Kunci: Kepailitan, Itikad baik, PT Phasco

 

 

ABSTRACT

 

The stress of the business world causes a company to find it difficult to meet debt repayment obligations so that it can cause debtors to file bankruptcy applications against themselves. Bankruptcy Law in Indonesia has a purpose, one of which is to provide protection to debtors in good faith from their creditors. But in reality, not all debtors have good faith. There are debtors who are really unable to carry out their payment obligations, but there are also those who "pretend" to be unable to pay off their obligations and take advantage of the existing crisis conditions to escape their responsibilities. This also happened to the bankruptcy case of PT Phasco which was considered by the majority of creditors as a trick not to settle its obligations. The part of the Bankruptcy Law and PKPU which specifically regulates the protection of creditors from debtors with bad intentions in settling their debts is not contained in any provisions of the Bankruptcy Law and PKPU. Sections that are protected in the Bankruptcy Law and PKPU are made only for situations where bankruptcy and PKPU have occurred or are in progress, so that it seems more as a repressive protection measure and not a preventive protection measure against creditors. The main weakness of the Bankruptcy Law and PKPU which is often exploited by debtors with bad intentions is the ease in fulfilling the requirements to file bankruptcy applications and PKPU against debtors. So that if the requirements for filing for bankruptcy and the PKPU are revised to be not as easy and not as simple as the existing provisions, the efforts of debtors with bad intentions who think about taking advantage of the bankruptcy institution can be prevented. Through normative juridical research, the author examines the implementation of the Bankruptcy Act and PKPU in the field, where there is often a mismatch between the desired or expected situation and the reality on the ground.

Keywords: Bankruptcy, good faith, PT Phasco

DAFTAR PUSTAKA

A.  Buku, Publikasi Ilmiah, Makalah, Jurnal, Skripsi

Sjahdeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan (Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, Cetakan IV, 2010.

Alif Kurnia Putra, Jurnal Jurist-Diction, Vol. 2 No. 4, Juli 2019, Keabsahan Penolakan Permohonan Pailit Berdasarkan Alasan Debitor Dalam Keadaan Solven, Surabaya: Universitas Airlangga, 2019.

Lucky Dafira Nugroho, Jurnal Era Hukum, No. 2, November 2016, Itikad Baik Sebagai Tolok Ukur Perbuatan Debitor Dalam Kepailitan, Jakarta Barat: Yayasan Universitas Tarumanagara, 2016.

M. Fauzi, Journal SHS Web Conference ICoL GaS, Vol. 54, November 2018, Insolvency within Bankruptcy: The Case in Indonesia, Samarinda: Universitas Mulawarman, 2018.

Robert and Rosa Agustina, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 20, Issue 1, January 2020, Punishing The Bankruptcy Fraudster: What Can Indonesia Learn from United States of America?, Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman, 2020.

Serlika Aprita, Joni Emirzon and Muhammad Syaifuddin, International Journal of Civil Engineering and Technology (IJCIET), Vol. 10, Issue 5, May 2019, Restructural Justice-Based Legal Protection for Bankrupt Debtors In Settling Bankruptcy Disputes, IAEME, 2019.


 

B.  Peraturan Perundang-undangan:

 

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

 

 

C.  Sumber Internet

Ali, Hukum Online, “Hakim Karier Menilai Proses Kepailitan Terlalu Mudah”,https://m.hukumonline.com/berita/baca/lt51eea824de1c3/hakim-karier-menilai-proses-kepailitan-terlalu-mudah/, diakses jam 19.28, tanggal 13 Juli 2021.

Christiawan, Rio, “Menggagas Pembaharuan Aturan Kepailitan”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5dbf8781bf17c/menggagas-pembaharuan-aturan-kepailitan-oleh--rio-christiawan/, diakses jam 21.55, tanggal 29 April 2021.

Christiawan, Rio, “Restrukturisasi Utang Melalui Pengadilan”, https://analisis.kontan.co.id/news/restrukturisasi-utang-melalui-pengadilan, diakses jam 20.04, tanggal 20 Mei 2021.

Fitri N. Heriani, Hukum Online, “Enam Kesalahan UU Kepailitan”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt561737ed1a1cb/enam-kesalahan-uu-kepailitan/, diakses jam 19.09, tanggal 13 Juli 2021.

Fitri N. Heriani, Hukum Online, “DPR Usul Revisi UU Kepailitan”,https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51372bada43a5/dpr-usul-revisi-uu-kepailitan/, diakses jam 19.46, tanggal 13 Juli 2021.


 

Tri, Hukum Online, “Ketua MA Prihatin Banyak Proses Kepailitan yang Disalahgunakan”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol9604/ketua-ma-prihatin-banyak-proses-kepailitan-yang-disalahgunakan/, diakses jam 19.57, tanggal 13 Juli 2021.


Full Text:

PDF

References


DAFTAR PUSTAKA

Sjahdeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan (Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, Cetakan IV, 2010.

Alif Kurnia Putra, Jurnal Jurist-Diction, Vol. 2 No. 4, Juli 2019, Keabsahan Penolakan Permohonan Pailit Berdasarkan Alasan Debitor Dalam Keadaan Solven, Surabaya: Universitas Airlangga, 2019.

Lucky Dafira Nugroho, Jurnal Era Hukum, No. 2, November 2016, Itikad Baik Sebagai Tolok Ukur Perbuatan Debitor Dalam Kepailitan, Jakarta Barat: Yayasan Universitas Tarumanagara, 2016.

M. Fauzi, Journal SHS Web Conference ICoL GaS, Vol. 54, November 2018, Insolvency within Bankruptcy: The Case in Indonesia, Samarinda: Universitas Mulawarman, 2018.

Robert and Rosa Agustina, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 20, Issue 1, January 2020, Punishing The Bankruptcy Fraudster: What Can Indonesia Learn from United States of America?, Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman, 2020.

Serlika Aprita, Joni Emirzon and Muhammad Syaifuddin, International Journal of Civil Engineering and Technology (IJCIET), Vol. 10, Issue 5, May 2019, Restructural Justice-Based Legal Protection for Bankrupt Debtors In Settling Bankruptcy Disputes, IAEME, 2019.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Ali, Hukum Online, “Hakim Karier Menilai Proses Kepailitan Terlalu Mudah”,https://m.hukumonline.com/berita/baca/lt51eea824de1c3/hakim-karier-menilai-proses-kepailitan-terlalu-mudah/, diakses jam 19.28, tanggal 13 Juli 2021.

Christiawan, Rio, “Menggagas Pembaharuan Aturan Kepailitan”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5dbf8781bf17c/menggagas-pembaharuan-aturan-kepailitan-oleh--rio-christiawan/, diakses jam 21.55, tanggal 29 April 2021.

Christiawan, Rio, “Restrukturisasi Utang Melalui Pengadilan”, https://analisis.kontan.co.id/news/restrukturisasi-utang-melalui-pengadilan, diakses jam 20.04, tanggal 20 Mei 2021.

Fitri N. Heriani, Hukum Online, “Enam Kesalahan UU Kepailitan”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt561737ed1a1cb/enam-kesalahan-uu-kepailitan/, diakses jam 19.09, tanggal 13 Juli 2021.

Fitri N. Heriani, Hukum Online, “DPR Usul Revisi UU Kepailitan”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51372bada43a5/dpr-usul-revisi-uu-kepailitan/, diakses jam 19.46, tanggal 13 Juli 2021.

Tri, Hukum Online, “Ketua MA Prihatin Banyak Proses Kepailitan yang Disalahgunakan”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol9604/ketua-ma-prihatin-banyak-proses-kepailitan-yang-disalahgunakan/, diakses jam 19.57, tanggal 13 Juli 2021.




DOI: https://doi.org/10.52447/sr.v4i2.6098

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright Pusat Penelitian Fakultas Hukum

Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

ISSN Online : 2461-0798

Pengunjung