POLITIK SUBALTERN ‘STRATEGI VINOLIA WAKIJO SEBAGAI AKTOR INTERMEDIARY DALAM MEREPRESENTASIKAN WARIA DAN PENGAKUAN ATAS GENDER KETIGA
Abstract
ABSTRAK
Studi ini ingin melihat bagaimana Vinolia Wakijo atau Mami Vin dan LSM Kebaya berperan sebagai aktor non electoral dalam Politik Intermediary yang mampu menjadi representasi akan hak-hak para waria sebagai warga Negara. dari Negara dan juga masyarakat lainnya. Studi ini menggunakan pendekatan politik subaltern, politik representasi, dan juga teori kekuasaan Pierre Bourdieu. Dengan metode penelitian kualitatif berbasis pendekatan etnografi.
Waria sebagai kaum subaltern ini dalam menegaskan dan mempertahankan identitas tidak terlepas dari kemampuan mereka untuk memperoleh, memperluas dan mempertahankan identitas tersebut sebagai bukti nyata dalam representasi sosial. Sehingga mereka dapat diakui dan melepaskan “baju” minoritasnya. Diskriminasi tersebut sangat berhubungan erat dengan prasangka masyarakat terhadap kaum waria. Prasangka masyarakat terhadap kaum waria sendiri berasal dari perilaku negatif dari kaum waria. Komunitas waria sebagai bagian dari kelompok marginal mengalami berbagai tekanan dari penekanan.
Pengakuan akan keberadaan waria sebagai gender ketiga (diluar laki-laki dan perempuan) ternyata hanya didapatkan oleh waria tertentu, terutama waria yang memiliki prestasi dan juga para elite dari waria tersebut. Semisal contoh apa yang ada dalam LSM Kebaya, pengakuan atas waria sebagai gender ketiga hanya didapatkan oleh Mami Vin. Mami Vin tidak lagi pernah mendapatkan diskriminasi dari masyarakat. Kini Mami Vin lebih dipandang sebagai sosok seorang „IBU‟ ketimbang waria, mami Vin dapat dengan mudah berinteraksi dengan masyarakat dan Negara tanpa ada rasa takut. Karena dia yakin telah diterima dalam masyarakat. Hal tersebut mami Vin dapatkan bukan hanya karena prestasi dan konsistensinya sebagai representasi dari waria dalam penanggulangan dan penyebaran Virus HIV/AIDS dikalangan waria saja, melainkan justru datang dari dirinya yang mampu menampilkan sisi yang berbeda dari waria pada umumnya.
Kata-kata kunci : Subaltern, Politik Representasi, Dan Kekuasaan
Full Text:
PDFReferences
Daftar Pustaka
Bourdieu, P. (2009). (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik. (C. M. Richard Harker, Ed.) Yogyakarta: Jalasutra.
Gayanusantara.or.id. 2009. Perjalanan Sejarah Waria, Gay dan Lesbian. Di akses pada tanggal 27 Desember 2013.
Koeswinarno. 2005. Hidup Sebagai Waria. Kanisius. Yogyakarta.
Kebaya, L. (2009, February 18). Retrieved Desember 5, 2012, from kebaya-jogja.blogspot.com: http://kebaya-jogja.blogspot.com/2009_02_01_archive.html
Kompas.com. 10 Mei 2007. Kaum Waria Tuntut Pekerjaan di Sektor Formal. Di akses pada tanggal 8 April 2010
Landsberg, A. (2009). Memory, Empathy, and the Politics of Identification. Politic Of Identification , 1-10.
Nadia, Z. 2005. Waria Laknat atau Kodrat. Galang Press. Yogyakarta.
Nuraini, Juliastuti. Intelektual, Gagasan Subaltern, dan Perubahan Sosial. http://kunci.or.id/articles/intelektual-gagasan-subaltern-dan-perubahan-sosial-oleh- antariksa/, Rabu, 22 Juli 2009, dilihat 4 Januari 2012.
Setyaningrum, A. (-). Memetakan Lokasi bagi 'Politik Identitas' dalam wacana politik poskolonial. Politik Identitas , 13.
Soedijati, Elisabeth Koes. 1995. SOLIDARITAS DAN MASALAH SOSIAL KELOMPOK WARIA (tinjauan tentang sosiologis dunia sosial kaum waria di Kotamadya Bandung). Unit Penelitian dan Pengabdian Kepada masyarakat STIE. Bandung.
Widayanti, T. (2009). Politik Subaltern "Pergulatan Identitas Waria". yogyakarta: Research Center for politicts and Goverment UGM.
DOI: https://doi.org/10.52447/gov.v1i1.83
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright Pusat Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta